PROFILE

Sejarah

Kongregasi SND berdiri di Coesfeld, Jerman pada saat masyarakat mengalami kemerosotan rohani dan hidup serba kekurangan. Karena kasihnya kepada kaum miskin, dua orang guru muda, Hiligonde Wolbring dan Elisabeth Kühling memelihara dan mulai mendidik anak-anak yatim piatu dan terlantar di rumahnya pada tahun 1849.

Menyadari pentingnya karya kerasulan mereka, Theodore Elting pembimbing dari Hiligonde Wolbring dan Elisabeth Kühling  mendorong mereka untuk melanjutkan pelayanan kepada orang miskin. Pada akhirnya, Theodore Elting mengundang mereka untuk mempertimbangkan untuk menjalani panggilan hidup religius.

Di dalam pribadi Suster-Suster Notre Dame dari Amersfoort, Belanda ( yang mendidik dan menularkan semangat kepada Suster – suster Notre Dame di Coesfeld ) Theodore Elting menemukan tujuan kerasulan yang sama. Atas permohonan Uskup Georg Müller dari Münster, tiga orang Suster dari Amersfoort datang ke Coesfeld pada tahun 1850.

Di bawah bimbingan Suster-suster dari Amersfoort, dua wanita muda tersebut, Hilligonde Wolbring yang dikenal sebagai Suster Maria Aloysia dan Elisabeth Kühling yang dikenal sebagai Suster Maria Ignatia, mengawali pembinaan religius mereka, menyerahkan diri dalam iman kepada karya Allah.

Dari tahun 1850 sampai tahun 1855 Suster-suster dari Amersfoort memperkenalkan semangat dan peraturan Kongregsi Amersfoort sebagaimana mereka mendapatkannya dari Suster-suster Notre Dame de Namur, yang didirikan di Perancis oleh St. Yulia Billiart tahun 1804, kepada komunitas di Coesfeld yang sedang tumbuh subur.

Pada tahun 1855 komunitas awal yang didirikan di Coesfeld menjadi Kongregasi mandiri. Menurut tradisi, tanggal pendirian biara ialah 1 Oktober 1850. Dalam semangat St. Yulia Billiart, Suster Maria Aloysia, Suster Maria Ignatia dan Suster-suster pertama di Coesfeld, Kongregasi kita tetap memberikan kesaksian akan kebaikan Allah dan penyelenggaraan Ilahi ke seluruh dunia, salah satunya adalah Suster SND provinsi Indonesia.

Misi  SND di Indonesia dimulai pada 21 November 1934 dengan kehadiran lima suster misionaris dari Belanda dan Jerman di Pekalongan, Jawa Tengah. Para perintis SND tersebut adalah Sr. M. Alfonsina, Sr. M. Reginal, Sr. M. Godefrieda, Sr. M. Irma, dan Sr. M. Adelberta. Mereka mengawali karya kesehatan di Rumah sakit Pemerintah di Bendan, Pekalongan. Berkat ketekunan mereka, karya pelayanan terus berkembang dengan mendirikan sebuah rumah sakit misi, yaitu Beateix Zeikenhuis, di Kraton, Pekalongan, pada 1940. Harapan dan cinta yang kuat dalam diri mereka sempat terputus ketika penjajah Jepang memasukkan mereka ke dalam kamp penahanan.

Seiring perjalanan waktu, mereka dilepaskan dari kamp. Namun suasana yang mereka hadapi sudah berbeda. Rumah sakit misi telah diambil alih oleh Pemerintah Kota Pekalongan pada tahun 1954 dan mereka hanya tersisa sebagian kecil lahan untuk tempat tinggal. Selanjutnya, mereka hanya bekerja sebagai pegawai di rumah sakit misi tersebut.

Dengan terus menjadi saksi kebaikan Tuhan, berkat dari karya keselamatan Ilahi tercurah sehingga memampukan mereka berjuang di tengah kesulitan. Perjuangan itu berbuah dengan berdirinya klinik bersalin di Jalan Barito No. 5 Pekalongan pada 12 September 1966 yang kemudian berkembang menjadi RSU Budi Rahayu tahun 1975.

Kasih yang besar bagi Yesus serta komitmen kepada misi perutusan sebagai SND sanggup melahirkan karya-karya baru. Terutama untuk membagikan pengalaman akan Allah, talenta, dan karunia-karunia untuk  mengembangkan martabat dan kepenuhan hidup orang lain. Khususnya bagi mereka yang paling dipinggirkan, yaitu melalui karya pastoral, katekese, sosial, kesehatan, dan pendidikan. “Kebaikan terkecil pun akan menjadi sebuah mutiara pada mahkota kita,” itu salah satu ajakan dari Pendiri SND Sr. Maria Aloysia untuk menyalurkan kebaikan-kebaikan yang dimiliki melalui karya-karya dalam kongregasi SND agar sesama bisa mengalami kebaikan Tuhan.